A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi
manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi
manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat
serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik
diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu
menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan
tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan
yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang
sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan
masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk
mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan
hidup di masa depan.
Seiring perkembangan zaman yang sangat cepat dan modern
membuat dunia pendidikan semakin penuh dengan dinamika. Di Indonesia sendiri
dinamika itu tampak dari tidak henti-hentinya sejumlah masalah yang melingkupi
dunia pendidikan. Merosotnya mutu pendidikan di Indonesia secara umum dan mutu
pendidikan tinggi secara spesifik dilihat dari persfektif makro dapat
disebabkan oleh buruknya sistem pendidikan nasional dan rendahnya sumber daya
manusia (Hadis dan Nurhayati, 2010:2). Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu
usaha pengembangan sumber daya manusia (SDM), walaupun usaha pengembangan SDM
tidak hanya dilakukan melalui pendidikan khususnya pendidikan formal (sekolah).
Tetapi sampai detik ini, pendidikan masih dipandang sebagai sarana dan wahana
utama untuk pengembangan SDM yang dilakukan dengan sistematis, programatis, dan
berjenjang.
Kemajuan pendidikan dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan
dari masyarakat untuk menangkap proses informatisasi dan kemajuan teknologi.
Karena proses informatisasi yang cepat karena kemajuan teknologi semakin
membuat horizon kehidupan didunia semakin meluas dan sekaligus semakin
mengerut. Hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah
global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kejadian
dibelahan bumi yang lain, baik masalah politik, ekonomi, maupun sosial.
2. Rumusan Masalah
A. Apakah yang dimaksud dengan mutu?
B. Bagaimana upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia?
B. Pembahasan
1. Hakikat Mutu
Menurut Crosby dalam Hadis dan Nurhayati (2010:85) mutu
ialah conformance to requirement,
yaitu sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu
apabila sesuai dengan standar yang telah ditentukan, standar mutu tersebut
meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Menurut Deming dalam
Hadis dan Nurhayati (2010:85) mutu ialah kesesuain dengan kebutuhan pasar atau
konsumen.
Mutu ialah suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan
produk, tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu tersebut, diperlukan
peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi dan
tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan
melebihi harapan konsumen (Garvi dan Davis dalam Hadis dan Nurhayati, 2010:86).
Dalam pandangan Zamroni (2007:2) dikatakan bahwa peningkatan
mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan
dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan
lebih efektif dan efisien.
2. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia
Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita perlu melihat dari
banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang
faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia.
Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak berdiam diri sehingga tujuan
pendidikan nasional tercapai.
Dalam persfektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu
pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas
pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan,
khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar, aplikasi metode, strategi dan
pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern, metode evaluasi pendidikan yang
tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajement pendidikan yang dilaksanakan
secara profesional, sumberdaya manusia para pelaku pendidikan yang terlatih,
berpengetahuan, berpengalaman dan profesional (Hadis dan Nurhayati, 2010:3).
Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara
yang berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada,
Selandia Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa
diadopsi dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar yang berbeda. Situasi,
kondisi, latar budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen dengan
negara-negara yang diteladani. Malahan, konsep yang diimpor itu terkesan
dijadikan sebagai “proyek” yang bertendensi pada kepentingan pribadi atau kelompok
tertentu. Artinya, proyek bukan sebagai alat melainkan sebagai tujuan.
Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah
banyak dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek
perbaikan mutu. Diantaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan
kurikulum dan proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan
Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan Buku
Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan
Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan
sejumlah proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak
menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam persfektif mikro atau tinjauan secara sempit dan
khusus, faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu
pendidikan ialah guru yang profesional dan guru yang sejahtera (Hadis dan
Nurhayati, 2010:3). Oleh karena itu, guru sebagai suatu profesi harus
profesional dalam melaksanakan berbagai tugas pendidikan dan pengajaran,
pembimbingan dan pelatihan yang diamanahkan kepadanya.
Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting
dan strategis dalam membimbing pesserta didik kearah kedewasaan, kematangan dan
kemandirian, sehingga guru sering dikatakan ujung tombak pendidikan. Dalam
melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan
memiliki kemampuan teknis edukatif tetapi memiliki juga kepribadian dan
integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi
peserta didik, keluarga maupun masyarakat (Sagala, 2007:99).
Berikut ini adalah elemen dasar bagaimana kita dapat
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia (Bull, 2010):
a.
Insan Pendidikan Patut Mendapatkan Penghargaan Karena itu Berikanlah Penghargaan
“Manajemen Sumber Daya Manusia” mengatakan,
penghargaan diberikan untuk menarik dan mempertahankan SDM karena diperlukan
untuk mencapai saran-saran organisasi. Staf (guru) akan termotivasi jika
diberikan penghargaan ekstrinsik (gaji, tunjangan, bonus dan komisi) maupun
penghargaan instrinsik (pujian, tantangan, pengakuan, tanggung jawab,
kesempatan dan pengembangan karir). Manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang
memiliki lima tingkatan (hierarchy of
needs) yakni, mulai dari kebutuhan fisiologis (pangan, sandang dan papan),
kebutuhan rasa aman (terhindar dari rasa takut akan gangguan keamanan),
kebutuhan sosial (bermasyarakat), kebutuhan yang mencerminkan harga diri, dan
kebutuhan mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat.
Pendidik
dan pengajar sebagai manusia yang diharapkan sebagai ujung tombak meningkatkan
mutu berhasrat mengangkat harkat dan martabatnya. Jasanya yang besar dalam
dunia pendidikan pantas untuk mendapatkan penghargaan intrinsik dan ekstrinsik
agar tidak termarjinalkan dalam kehidupan masyarakat.
b.
Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Pendidik
Kurikulum
dan panduan manajemen sekolah sebaik apapun tidak akan berarti jika tidak
ditangani oleh guru profesional. Karena itu tuntutan terhadap profesinalisme
guru yang sering dilontarkan masyarakat dunia usaha/industri, legislatif, dan
pemerintah adalah hal yang wajar untuk disikapi secara arif dan bijaksana.
Konsep
tentang guru profesional ini selalu dikaitkan dengan pengetahuan
tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran,
penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan
pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta teknologi informasi dan
komunikasi.
Fenomena
menunjukkan bahwa kualitas profesionalisme guru kita masih rendah.
Faktor-faktor internal seperti penghasilan guru yang belum mampu memenuhi
kebutuhan fisiologis dan profesi masih dianggap sebagai faktor determinan.
Akibatnya, upaya untuk menambah pengetahuan dan wawasan menjadi terhambat
karena ketidakmampuan guru secara financial dalam pengembangan SDM melalui
peningkatan jenjang pendidikan.
Hal
itu juga telah disadari pemerintah sehingga program pelatihan mutlak diperlukan
karena terbatasnya anggaran untuk meningkatkan pendidikan guru. Program
pelatihan ini dimaksudkan untuk menghasilkan guru sebagai tenaga yang terampil
(skill labour) atau dengan istilah
lain guru yang memiliki kompetensi.
c.
Kurangi dan Berantas Korupsi
Menurut
laporan BPK tahun 2003 lalu, Depdiknas merupakan lembaga pemerintah terkorup kedua
setelah Departemen Agama. Kemudian Laporan ICW menyebutkan bahwa korupsi dalam
dunia pendidikan dilakukan secara bersama-sama (Amin Rais menyebutnya korupsi
berjamaah) dalam berbagai jenjang mulai tingkat sekolah, dinas, sampai
departemen. Pelakunya mulai dari guru, kepala sekolah, kepala dinas, dan
seterusnya masuk dalam jaringan korupsi. Sekolah yang diharapkan menjadi
benteng pertahanan yang menjunjung nilai-nilai kejujuran justru mempertotonkan
praktik korupsi kepada peserta didik.
Korupsi
itu berhubungan dengan dana yang berasal dari pemerintah dan dana yang langsung
ditarik dari masyarakat. Jika selama ini anggaran pendidikan yang sangat minim
dikeluhkan, ternyata dana yang kecil itupun tak luput dari korupsi. Hal ini
tidak terlepas dar kekaburan sistem anggaran sekolah. Kekaburan dalam sistem
anggaran (RAPBS) itu memungkinkan kepala sekolah mempraktikkan Pembiayaan
Sistem Ganda (PSG). Misalnya dana operasional pembelian barang yang telah
dianggarkan dari dana pemerintah dibebankan lagi kepada masyarakat.
Semakin
terpuruknya peringkat SDM Indonesia pada tahun 2004, tak perlu hanya kita
sesali, melainkan menjadikannya sebagai motivasi untuk bangkit dari
keterpurukan. Jika kondisi itu mau diubah mulailah dari menerapkan konsep yang
berpijak pada akar masalah.
d.
Berikan Sarana dan Prasarana yang Layak
Dengan
diberlakukannya kurikulum 2004 (KBK), kini guru lebih dituntut untuk mengkontekstualkan
pembelajarannya dengan dunia nyata, atau minimal siswa mendapat gambaran
miniatur tentang dunia nyata. Harapan itu tidak mungkin tercapai tanpa bantuan
alat-alat pembelajaran (sarana dan prasarana pendidikan).
Menurut
Kepmendikbud Nomor 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah
harus memiliki persyaratan minimal untuk menyelenggarakan pendidikan dengan
serba lengkap dan cukup seperti, luas lahan, perabot lengkap, peralatan/laboratorium/
media, infrastruktur, sarana olahraga, dan buku rasio 1:2. Kehadiran Kepmendiknas
itu dirasakan sangat tepat karena dengan keputusan ini diharapkan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak “kebablasan cepat” atau
“keterlaluan tertinggal” di bawah persyaratan minimal sehingga kualitas
pendidikan menjadi semakin terpuruk.
Selanjutnya,
UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 45 ayat (1) berbunyi, setiap satuan
pendidikan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Jika kita lihat
kenyataan di lapangan bahwa hanya sekolah-sekolah tertentu di beberapa kota di
Indonesia saja yang memenuhi persyaratan SPM, umumnya sekolah negeri dan swasta
favorit.
Berdasarkan fakta ini, keterbatasan sarana dan prasarana
pada sekolah-sekolah tertentu, pengadaannya selalu dibebankan kepada
masyarakat. Alasannya pun telah dilegalkan berdasarkan Kepmendiknas Nomor
044/U/2002 dan UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 56 ayat (1). Dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan
evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah,
ayat (2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan
dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan
ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang tidak mempunyai hubungan
hierarkis, dan ayat (3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk
dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan.
Menyikapi keadaan yang demikian sulit, apalagi kondisi
negara yang kian kritis, solusi yang ditawarkan adalah manfaatkan seluruh
potensi sumber daya sekolah dan masyarkat sekitar, termasuk memberdayakan dewan
pendidikan dan komite sekolah. Mudah-mudahan dengan sistem anggaran pendidikan
yang mengacu pada UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 46 dan 49 permasalahan
ini dapat diatasi dengan membangun kebersamaan dan kepercayaan antara keluarga,
masyarakat, dan pemerintah.
3. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan
Menurut Achmad (1993) mutu pendidikan di sekolah dapat
diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan
efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga
menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang
berlaku. Engkoswara (1986) melihat mutu/ keberhasilan pendidikan dari tiga
sisi; yaitu: prestasi, suasana, dan ekonomi. Dalam hubungan dengan mutu
sekolah, Selamet (1998) berpendapat bahwa banyak masyarakat yang mengatakan
sekolah itu bermutu atau unggul dengan hanya melihat fisik sekolah, dan
banyaknya ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Ada juga yang melihat banyaknya
tamatan yang diterima di jenjang sekolah yang lebih tinggi, atau yang diterima
di dunia usaha.
Di sisi lain Heyneman dan Loxley dalam Boediono & Abbas
Ghozali (1999) menyimpulkan bahwa kualitas sekolah dan guru nampaknya sangat
berpengaruh pada prestasi akademis di seluruh dunia dan semakin miskin suatu
negara, semakin kuat pengaruh tersebut.
Mutu pendidikan merupakan tolak ukur keberhasilan sebuah
proses pendidikan yang bisa dirasakan oleh masyarakat mulai dari input (masukan), proses pendidikan yang
terjadi, hingga output (produk
keluaran) dari sebuah proses pendidikan. Seiring berjalannya waktu upaya
peningkatan mutu pendidikan terus ditingkatkan, baik dari sarana dan prasarana,
kualitas guru dan managemen pendidikan.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan, Guru sebagai pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi para
peserta didik di jenjang pendidikan tinggi.
C. Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan:
1. Mutu
ialah suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja,
proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan.
2. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia ada beberapa hal yang dapat dilakukan
yaitu Insan Pendidikan Patut Mendapatkan Penghargaan Karena itu Berikanlah Penghargaan,
Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Pendidik, memberikan sarana dan prasarana
yang layak dan mengurangi serta memberantas korupsi.
REFRENSI:
Hadis,
A. & Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu
Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sagala, S.. 2007. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Zamroni. 2007. Meningkatkan Mutu Sekolah. Jakarta: PSAP
Muhamadiyah.
Bull.
http://kafeilmu.com/cara-bagaimana-meningkatkan-mutu-pendidikan/
(diakses tanggal 21 Desember 2013)