Sabtu, 04 Januari 2014

Peningkatan Mutu Pendidikan

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.
Seiring perkembangan zaman yang sangat cepat dan modern membuat dunia pendidikan semakin penuh dengan dinamika. Di Indonesia sendiri dinamika itu tampak dari tidak henti-hentinya sejumlah masalah yang melingkupi dunia pendidikan. Merosotnya mutu pendidikan di Indonesia secara umum dan mutu pendidikan tinggi secara spesifik dilihat dari persfektif makro dapat disebabkan oleh buruknya sistem pendidikan nasional dan rendahnya sumber daya manusia (Hadis dan Nurhayati, 2010:2). Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha pengembangan sumber daya manusia (SDM), walaupun usaha pengembangan SDM tidak hanya dilakukan melalui pendidikan khususnya pendidikan formal (sekolah). Tetapi sampai detik ini, pendidikan masih dipandang sebagai sarana dan wahana utama untuk pengembangan SDM yang dilakukan dengan sistematis, programatis, dan berjenjang.
Kemajuan pendidikan dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan dari masyarakat untuk menangkap proses informatisasi dan kemajuan teknologi. Karena proses informatisasi yang cepat karena kemajuan teknologi semakin membuat horizon kehidupan didunia semakin meluas dan sekaligus semakin mengerut. Hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kejadian dibelahan bumi yang lain, baik masalah politik, ekonomi, maupun sosial.
2. Rumusan Masalah
    A. Apakah yang dimaksud dengan mutu?
    B. Bagaimana upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia?
B. Pembahasan
1. Hakikat Mutu
Menurut Crosby dalam Hadis dan Nurhayati (2010:85) mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Menurut Deming dalam Hadis dan Nurhayati (2010:85) mutu ialah kesesuain dengan kebutuhan pasar atau konsumen.
Mutu ialah suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu tersebut, diperlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen (Garvi dan Davis dalam Hadis dan Nurhayati, 2010:86).
Dalam pandangan Zamroni (2007:2) dikatakan bahwa peningkatan mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.
2. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia
Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak berdiam diri sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai.
Dalam persfektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar, aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern, metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajement pendidikan yang dilaksanakan secara profesional, sumberdaya manusia para pelaku pendidikan yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman dan profesional (Hadis dan Nurhayati, 2010:3).
Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara yang berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa diadopsi dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar yang berbeda. Situasi, kondisi, latar budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen dengan negara-negara yang diteladani. Malahan, konsep yang diimpor itu terkesan dijadikan sebagai “proyek” yang bertendensi pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Artinya, proyek bukan sebagai alat melainkan sebagai tujuan.
Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah banyak dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek perbaikan mutu. Diantaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan sejumlah proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam persfektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus, faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang profesional dan guru yang sejahtera (Hadis dan Nurhayati, 2010:3). Oleh karena itu, guru sebagai suatu profesi harus profesional dalam melaksanakan berbagai tugas pendidikan dan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan yang diamanahkan kepadanya.
Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam membimbing pesserta didik kearah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif tetapi memiliki juga kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat (Sagala, 2007:99).
Berikut ini adalah elemen dasar bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia (Bull, 2010):
     a. Insan Pendidikan Patut Mendapatkan Penghargaan Karena itu Berikanlah Penghargaan
    “Manajemen Sumber Daya Manusia” mengatakan, penghargaan diberikan untuk menarik dan mempertahankan SDM karena diperlukan untuk mencapai saran-saran organisasi. Staf (guru) akan termotivasi jika diberikan penghargaan ekstrinsik (gaji, tunjangan, bonus dan komisi) maupun penghargaan instrinsik (pujian, tantangan, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan dan pengembangan karir). Manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang memiliki lima tingkatan (hierarchy of needs) yakni, mulai dari kebutuhan fisiologis (pangan, sandang dan papan), kebutuhan rasa aman (terhindar dari rasa takut akan gangguan keamanan), kebutuhan sosial (bermasyarakat), kebutuhan yang mencerminkan harga diri, dan kebutuhan mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat.
       Pendidik dan pengajar sebagai manusia yang diharapkan sebagai ujung tombak meningkatkan mutu berhasrat mengangkat harkat dan martabatnya. Jasanya yang besar dalam dunia pendidikan pantas untuk mendapatkan penghargaan intrinsik dan ekstrinsik agar tidak termarjinalkan dalam kehidupan masyarakat.
     b. Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Pendidik
          Kurikulum dan panduan manajemen sekolah sebaik apapun tidak akan berarti jika tidak ditangani oleh guru profesional. Karena itu tuntutan terhadap profesinalisme guru yang sering dilontarkan masyarakat dunia usaha/industri, legislatif, dan pemerintah adalah hal yang wajar untuk disikapi secara arif dan bijaksana.
          Konsep tentang guru profesional ini selalu dikaitkan dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta teknologi informasi dan komunikasi.
         Fenomena menunjukkan bahwa kualitas profesionalisme guru kita masih rendah. Faktor-faktor internal seperti penghasilan guru yang belum mampu memenuhi kebutuhan fisiologis dan profesi masih dianggap sebagai faktor determinan. Akibatnya, upaya untuk menambah pengetahuan dan wawasan menjadi terhambat karena ketidakmampuan guru secara financial dalam pengembangan SDM melalui peningkatan jenjang pendidikan.
          Hal itu juga telah disadari pemerintah sehingga program pelatihan mutlak diperlukan karena terbatasnya anggaran untuk meningkatkan pendidikan guru. Program pelatihan ini dimaksudkan untuk menghasilkan guru sebagai tenaga yang terampil (skill labour) atau dengan istilah lain guru yang memiliki kompetensi.
     c. Kurangi dan Berantas Korupsi                              
          Menurut laporan BPK tahun 2003 lalu, Depdiknas merupakan lembaga pemerintah terkorup kedua setelah Departemen Agama. Kemudian Laporan ICW menyebutkan bahwa korupsi dalam dunia pendidikan dilakukan secara bersama-sama (Amin Rais menyebutnya korupsi berjamaah) dalam berbagai jenjang mulai tingkat sekolah, dinas, sampai departemen. Pelakunya mulai dari guru, kepala sekolah, kepala dinas, dan seterusnya masuk dalam jaringan korupsi. Sekolah yang diharapkan menjadi benteng pertahanan yang menjunjung nilai-nilai kejujuran justru mempertotonkan praktik korupsi kepada peserta didik.
          Korupsi itu berhubungan dengan dana yang berasal dari pemerintah dan dana yang langsung ditarik dari masyarakat. Jika selama ini anggaran pendidikan yang sangat minim dikeluhkan, ternyata dana yang kecil itupun tak luput dari korupsi. Hal ini tidak terlepas dar kekaburan sistem anggaran sekolah. Kekaburan dalam sistem anggaran (RAPBS) itu memungkinkan kepala sekolah mempraktikkan Pembiayaan Sistem Ganda (PSG). Misalnya dana operasional pembelian barang yang telah dianggarkan dari dana pemerintah dibebankan lagi kepada masyarakat.
          Semakin terpuruknya peringkat SDM Indonesia pada tahun 2004, tak perlu hanya kita sesali, melainkan menjadikannya sebagai motivasi untuk bangkit dari keterpurukan. Jika kondisi itu mau diubah mulailah dari menerapkan konsep yang berpijak pada akar masalah.
     d. Berikan Sarana dan Prasarana yang Layak
          Dengan diberlakukannya kurikulum 2004 (KBK), kini guru lebih dituntut untuk mengkontekstualkan pembelajarannya dengan dunia nyata, atau minimal siswa mendapat gambaran miniatur tentang dunia nyata. Harapan itu tidak mungkin tercapai tanpa bantuan alat-alat pembelajaran (sarana dan prasarana pendidikan).
          Menurut Kepmendikbud Nomor 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah harus memiliki persyaratan minimal untuk menyelenggarakan pendidikan dengan serba lengkap dan cukup seperti, luas lahan, perabot lengkap, peralatan/laboratorium/ media, infrastruktur, sarana olahraga, dan buku rasio 1:2. Kehadiran Kepmendiknas itu dirasakan sangat tepat karena dengan keputusan ini diharapkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak “kebablasan cepat” atau “keterlaluan tertinggal” di bawah persyaratan minimal sehingga kualitas pendidikan menjadi semakin terpuruk.
          Selanjutnya, UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 45 ayat (1) berbunyi, setiap satuan pendidikan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Jika kita lihat kenyataan di lapangan bahwa hanya sekolah-sekolah tertentu di beberapa kota di Indonesia saja yang memenuhi persyaratan SPM, umumnya sekolah negeri dan swasta favorit.
Berdasarkan fakta ini, keterbatasan sarana dan prasarana pada sekolah-sekolah tertentu, pengadaannya selalu dibebankan kepada masyarakat. Alasannya pun telah dilegalkan berdasarkan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 dan UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 56 ayat (1). Dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah, ayat (2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis, dan ayat (3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Menyikapi keadaan yang demikian sulit, apalagi kondisi negara yang kian kritis, solusi yang ditawarkan adalah manfaatkan seluruh potensi sumber daya sekolah dan masyarkat sekitar, termasuk memberdayakan dewan pendidikan dan komite sekolah. Mudah-mudahan dengan sistem anggaran pendidikan yang mengacu pada UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 46 dan 49 permasalahan ini dapat diatasi dengan membangun kebersamaan dan kepercayaan antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
3. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan
Menurut Achmad (1993) mutu pendidikan di sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Engkoswara (1986) melihat mutu/ keberhasilan pendidikan dari tiga sisi; yaitu: prestasi, suasana, dan ekonomi. Dalam hubungan dengan mutu sekolah, Selamet (1998) berpendapat bahwa banyak masyarakat yang mengatakan sekolah itu bermutu atau unggul dengan hanya melihat fisik sekolah, dan banyaknya ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Ada juga yang melihat banyaknya tamatan yang diterima di jenjang sekolah yang lebih tinggi, atau yang diterima di dunia usaha.
Di sisi lain Heyneman dan Loxley dalam Boediono & Abbas Ghozali (1999) menyimpulkan bahwa kualitas sekolah dan guru nampaknya sangat berpengaruh pada prestasi akademis di seluruh dunia dan semakin miskin suatu negara, semakin kuat pengaruh tersebut.
Mutu pendidikan merupakan tolak ukur keberhasilan sebuah proses pendidikan yang bisa dirasakan oleh masyarakat mulai dari input (masukan), proses pendidikan yang terjadi, hingga output (produk keluaran) dari sebuah proses pendidikan. Seiring berjalannya waktu upaya peningkatan mutu pendidikan terus ditingkatkan, baik dari sarana dan prasarana, kualitas guru dan managemen pendidikan.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan, Guru sebagai pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi para peserta didik di jenjang pendidikan tinggi.
C. Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan:
1. Mutu ialah suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu Insan Pendidikan Patut Mendapatkan Penghargaan Karena itu Berikanlah Penghargaan, Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Pendidik, memberikan sarana dan prasarana yang layak dan mengurangi serta memberantas korupsi.
REFRENSI:
Hadis, A. & Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sagala, S.. 2007. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Zamroni. 2007. Meningkatkan Mutu Sekolah. Jakarta: PSAP Muhamadiyah.
Bull. http://kafeilmu.com/cara-bagaimana-meningkatkan-mutu-pendidikan/ (diakses tanggal 21 Desember 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan beri komentar untuk memperkaya konten Blog ini dengan mengisi form berikut.