P
|
endidikan dalam peradaban anak manusia merupakan hal yang
paling urgen. Semenjak manusia berinteraksi dengan aktifitas pendidikan ini
semenjak itulah manusia berhasil merealisasikan berbagai perkembangan dan
kemajuan dalam segala lini kehidupan mereka. Bahkan pendidikan adalah sesuatu
yang alami dalam perkembangan peradaban manusia. Secara paralel proses
pendidikan pun mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam bentuk metode,
sarana maupun target yang akan dicapai. Karena hal ini merupakan satu sifat dan
keistimewaan dari pendidikan, yaitu bersifat maju. Dan apabila sebuah
pendidikan tidak mengalami serta tidak menyebabkan suatu kemajuan atau
menimbulkan kemunduran maka tidaklah dinamakan pendidikan. Karena pendidikan
adalah sebuah aktifitas yang integral yang mencakup target, metode dan sarana
dalam membentuk manusia-manusia yang mampu berinteraksi dan beradaptasi dengan
lingkungannya, baik internal maupun eksternal demi terwujudnya kemajuan kemajuan
yang lebih baik. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia,
pemerintah berupaya melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan. Dan
sebagai sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan sebuah kurikulum.
A. Pengertian
Kurikulum
Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu), dan pada awalnya digunakan dalam dunia
olahraga. Pada saat kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh
seorang pelari mulai daristart sampai finish untuk memperoleh
medali/penghargaan. Kemudian pengertian tersebut diterapkan dalam dunia
pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject)
yang harus ditempuh oleh seorang peserta didik dari awal sampai akhir program
pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.
Istilah kurikulum pada dasarnya
tidak hanya berbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua
pengalaman belajar (learning experiences)
yang dialami peserta didik dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Bahkan Harold
B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan
kepada peserta didik di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are providet for the students by the school).
Sehingga kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas, tetapi mencakup
juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik di luar kelas.
Pendapat senada dan menguatkan
pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander dan Lewis (1974) yang
menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi peserta
didik supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah maupun di
luar sekolah.
Sedangkan menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
1 ayat 19, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiata pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
B. Fungsi
Pengembangan Kurikulum
Fungsi kurikulum identik dengan
pengertian kurikulum itu sendiri yang berorientasi pada pengertian kurikulum
dalam arti luas bagi pengembangan buku ajar, pengadaan media dan sarana,
pengembangan staf, pengawasan dan pengujian. Maka fungsi kurikulum mempunyai
arti sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan
pada suatu tingkatan lembaga pendidikan tertentu dan untuk memungkinkan
pencapain tujuan dari lembaga pendidikan tersebut.
2. Sebagai batasan dari program pendidikan (bahan
pengajaran) yang akan dijalankan pada satu semester, kelas, maupun pada tingkat
pendidikan tersebut.
3. Sebagai pedoman guru dalam menyelenggarakan proses
belajar mMengajar, sehingga kegiatan yang dilakukan guru dan peserta didik
terarah kepada tujuan yang ditentukan.
Dengan demikian fungsi kurikulum
pada dasarnya adalah program kegiatan yang tercantum dalam kurikulum yang akan
mempengaruhi atau menentukan pribadi peserta didik yang diinginkan. Oleh karena
itu pengembangan kurikulum perlu memperhatikan beberapa hal:
1. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
2. Tuntutan dunia kerja.
3. Aturan agama, perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.
4. Dinamika perkembangan global.
5. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Dalam aktivitas belajar mengajar,
kedudukan kurikulum sangat krusial, karena dengan kurikulum peserta didik akan
memperoleh manfaat. Namun, di samping kurikulum bermanfaat bagi peserta didik,
ia juga mempunyai fungsi-fungsi lain sebagai berikut.
1. Fungsi kurikulum dalam rangka pencapaian
tujuan pendidikan
Di Indonesia, ada empat tujuan pendidikan
utama yang secara hierarkis dapat dikemukakan, yaitu tujuan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional. Dalam pencapaian
tujuan pendidikan yang dicita-citakan, tujuan-tujuan tersebut mesti dicapai
secara bertingkat dan saling mendukung, sedangkan keberadaan kurikulum disini
adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan (pendidikan).
2. Fungsi kurikulum sebagai organisasi belajar
tersusun
Kurikulum sebagai organisasi belajar
tersusun merupakan suatu persiapan bagi anak didik. Anak didik diharapkan
mendapat sejumlah pengalaman baru yang di kemudian hari dapat dikembangkan
seirama dengan perkembangan anak, agar dapat memenuhi bekal hidupnya nanti.
3. Fungsi kurikulum bagi pendidik
Adapun fungsi kurikulum bagi guru atau
pendidik adalah sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasikan
pengalaman belajar para anak didik dan pedoman untuk mengadakan evaluasi
terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang
diberikan.
4. Fungsi kurikulum bagi kepala/pembina
sekolah/madrasah
Kepala sekolah merupakan administrator dan
supervisor yang mempunyai tanggung jawab terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum
bagi kepala sekolah dan para pembina lainnya adalah sebagai berikut.
a. Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi
supervisi, yaitu memperbaiki situasi belajar.
b. Sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi
dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajar anak kearah yang
lebih baik.
c. Sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi
dalam memberikan bantuan kepada guru atau pendidik agar dapat memperbaiki
situasi mengajar.
d. Sebagai seorang administrator yang menjadikan
kurikulum sebagai pedoman untuk pengembangan kurikulum pada masa mendatang.
e. Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi atas
kemajuan belajar mengajar.
5. Fungsi kurikulum bagi orang tua
Bagi orang tua, kurikulum difungsikan
sebagai bentuk adanya partisipasi orang tua dalam membantu usaha sekolah dalam
memajukan putra-putrinya. Bantuan tersebut dapat berupa konsultasi langsung
dengan sekolah/guru mengenai masalah-masalah yang menyangkut anak-anak mereka.
Bantuan berupa pemikiran, materi dari orangtua atau masyarakat anak dapat
melalui lembaga komite sekolah.
6. Fungsi kurikulum bagi sekolah tingkat di
atasnya
Fungsi kurikulum dalam hal ini dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
Pertama,
pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan. Pemahaman kurikulum yang digunakan
oleh sekolah pada tingkatan di atasnya dapat melakukan penyesuaian di dalam
kurikulumnya hal-hal berikut.
a. Jika sebagian kurikulum sekolah bersangkutan
telah diajarkan pada sekolah yang berada dibawahnya, sekolah dapat meninjau
kembali perlu tidaknya bagian tersebut diajarkan.
b. Jika keterampilan-keterampilan tertentu yang
diperlukan dalam mempelajari kurikulum suatu sekolah belum diajarkan pada
sekolah yang berada dibawahnya, sekolah dapat mempertimbangkan masuknya program
tentang keterampilan-keterampilan ini kedalam kurikulumnya.
Kedua,
penyiapan tenaga baru. Jika suatu sekolah berfungsi menyiapkan tenaga pendidik
bagi sekolah yag berada dibawahnya, perlu sekali sekolah tersebut memahami
kurikulum sekolah yang berada dibawahnya itu.
7. Fungsi kurikulum bagi
masyarakat dan pemakai lulusan sekolah/madrasah
Kurikulum suatu sekolah juga berfungsi bagi
masyarakat dan pihak pemakai lulusan sekolah bersangkutan. Dengan mengetahui
kurikulum suatu sekolah, masyarakat sebagai pemakai lulusan, dapat melaksanakan
sekurang-kurangnya
a. Ikut memberikan kontribusi dalam memperlancar
pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerja sama dengan pihak
orangtua dan masyarakat.
b. Ikut memberikan kritik dan saran konstruktif
demi penyempurnaan program pendidikan di sekolah, agar lebih serasi dengan
kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.
C. Prinsip-prinsip
Pengembangan Kurikulum
1. Prinsip Relevansi
Ada dua macam relavansi internal dan
relevansi eksternal. Relevansi internal adalah bahwa setiap kurikulum harus
memiliki keserasian antara komponen-komponennya, yaitu keserasian antara tujuan
yang harus dicapai, isi, materi atau pengalaman belajar yang harus dimiliki peserta
didik, strategi atau metode yang digunakan serta alat penilaian untuk melihat
ketercapaian tujuan. Relevansi internal ini menunjukkan keutuhan suatu
kurikulum. Kurikulum eksternal berkaitan dengan keserasian antara tujuan, isi
dan proses belajar peserta didik yang tercakup dalam kurikulum dengan kebutuhan
dan tuntutan masyarakat.
2. Prinsip
Fleksibelitas
Kurikulum itu harus bisa dilaksanakan
sesuai dengan kondisi yang ada. Kurikulum yang kaku tidak fleksibel akan sulit
diterapkan
3. Prinsip Kontinuitas
Prinsip ini mengandung arti bahwa perlu
dijaga saling keterkaitan dan berkesinambungan antara materi pada berbagai
jenjang dan jenis program pendidikan
4. Prinsip Efektivitas
Prinsip efektifitas berkenaan dengan
rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan tepat dicapai dalam
kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua efektifitas dalam suatu pengembangan
kurikulum. Pertama, efektifitas yang berhubungan dengan guru dalam melaksanakan
tugas mengimplementasikan kurikulum di kelas. Kedua, efektifitas kegiatan peserta
didik dalam melaksanakan kegiatan belajar.
5. Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi berhubungan dengan
perbandingan antara tenaga, waktu dan suara, serta biaya yang dikeluarkan
dengan hasil yang diperoleh.
D.
Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun
1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun
1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013. Perubahan
tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik,
sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara
dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua
kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila
dan UUD 1945. Perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta
pendekatan dalam merealisasikannya.
Perubahan kurikulum tersebut tentu
disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap
perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan
pendidikan nasional kita. Perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia
beserta tujuan yang ingin dicapai dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kurikulum
1947
Kurikulum pertama pada masa
kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih
populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana
Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan
masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya
ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan
Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana
Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana
Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran
1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok yaitu daftar mata pelajaran
dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya.
Rencana Pelajaran 1947 lebih
mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada
pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk
tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan
bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah,
Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni
Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputerian, Gerak Badan, Kebersihan dan
Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran
agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak
kelas 1.
Garis-garis besar pengajaran pada
saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari.
Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca,
dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari,
bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat
bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa
lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan
bagaimana menyambung kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran
lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana
Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru
mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat
yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP.
Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan
perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung
bekerja.
2. Kurikulum
1952
Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada
tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini
diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada
suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari
kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi
pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Di penghujung era
Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya
pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana).
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis.
3. Kurikulum
1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun
1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini
diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan
agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum
1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan
dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan
dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan
pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya
untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
5. Kurikulum
1975
Kurikulum 1975 menekankan pada
tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi
adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi,
dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin
sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Pada
tahun ini pengajaran matematika modern resminya dimulai. Model pembelajaran
matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi. Di Amerika
Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani senjata,
rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran
matematika.
W. Brownell mengemukakan bahwa
belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan berpengertian. Teori
Gestalt yang muncul sekitar tahun 1930, dimana Gestalt menegaskan bahwa latihan
hafal adalah sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan setelah tertanam
pengertian pada peserta didik. Dua hal tersebut di atas mempengaruhi
perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia. Berbagai kelemahan seolah
nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya
kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya.
Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi. Akhirnya pemerintah
merancang program pembelajaran yang dapat menutupi kelemahan-kelemahan
tersebut.
Muncullah kurikulum 1975 dimana
matematika saat itu mempunyai karakteristik sebagai berikut.
1) Membuat topik-topik dan pendekatan baru.
Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan, statistik dan probabilitas,
relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
2) Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran
bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan berhitung.
3) Program matematika sekolah dasar dan sekolah
menengah lebih kontinyu.
4) Pengenalan penekanan pembelajaran pada
struktur.
5) Programnya dapat melayani kelompok anak-anak
yang kemampuannya hetrogen.
6) Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
7) Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
8) Metode pembelajaran menggunakan meode
menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
9) Pengajaran matematika lebih hidup dan
menarik.
6. Kurikulum
1984 (Kurikulum CBSA)
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini
juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi peserta didik
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Peserta didik
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming
(SAL).
Kurikulum 1984 ini berorientasi
kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman
belajar kepada peserta didik dalam waktu belajar yang sangat terbatas di
sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum
memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan
apa yang harus dicapai peserta didik.
Pembelajaran matematika pada era
1980-an merupakan gerakan revolusi matematika. Revolusi ini diawali oleh
kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat
itu, seperti Jerman Barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika
ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi mutahir seperti
kalkulator dan komputer.
Perkembangan matematika di luar
negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam negeri. Di dalam negeri,
tahun 1984 pemerintah me-launching
kurikulum baru, yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum
baru tersebut antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan
antardaerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program
kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan di pihak
lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan taraf kemampuan anak didik.
Dan, CBSA (cara belajar peserta
didik aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum
tersebut. Dalam kurikulum ini peserta didik di sekolah dasar diberi materi
aritmatika sosial, sementara untuk peserta didik sekolah menengah atas diberi
materi baru seperti komputer. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kurikulum
tersebut.
Langkah-langkah agar pelaksanaan
kurikulum berhasil adalah melakukan hal-hal sebagai berikut;
a. Guru supaya meningkatkan
profesinalisme
b. Dalam buku paket
harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan komputer
c. Sinkronisasi dan
kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
d Pengevaluasian
hasil pembelajaran
e. Prinsip CBSA di pelihara
terus
7. Kurikulum
1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor
2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi peserta didik untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada
pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Tahun 90-an kegiatan olimpiade
matematika internasional begitu marak. Sampai tahun 1977 saja sudah 19 kali
diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia menjadi
tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali adalah
Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.
Indonesia tidak ketinggalan dalam
pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang medali. Keprihatinan tersebut
diperparah dengan kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah kehidupan. Para
lulusan kurang mampu dalam menyelesaikan problem-problem kehidupan dan lain
sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah berusaha mengembangkan kurikulum
baru yang mampu membekali peserta didik berkaitan dengan problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.
Dalam kurikulm tahun 1994,
pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas, struktur materi sudah
disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti
komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan
disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat
itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual
yang berkaitan dengan materi. Soal
cerita menjadi sajian menarik di setiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan
dengan pertimbangan agar peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan
kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
8. Kurikulum
2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal
dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi)
tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance
yang telah ditetapkan. Competency Based Education
is education geared toward preparing indivisuals to perform identified
competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000:89). Hal ini mengandung arti bahwa
pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat
kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu
kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
berorientasi pada:
1. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada
diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
2. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai
dengan kebutuhannya. Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian
kompetensi peserta didik baik secara individual maupun klasikal.
Tahun 2004 pemerintah me-launching kurikulum baru dengan nama
kurikulum berbasis kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam
kurikulum tersebut mempunyai tujuan antara lain;
a. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam
menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi,
eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi
b. Mengembangkan aktivitas kreatif yang
melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan divergen,
orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
d. Mengembangkan kemapuan menyampaikan informasi
atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,
grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
9. Kurikulum
2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan
sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK
dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target
kompetensi pelajaran oleh peserta didik hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru
lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi peserta didik serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan
karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan
telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengembangan
perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan
kewenangan satuan pendidikan (sekolah) di bawah koordinasi dan supervisi
pemerintah Kabupaten/Kota.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah. 2011. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulyasa.
2010. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Murniati,
Andi. 2010. Pengembangan Kurikulum.
Pekanbaru: Al-Mujtahadah Press.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Oemar
Hamalik. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara.
TIM
Pengembangan MKDP. 2011. Kurikulum dan
Pengembangan. Jakarta: Rajawali Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan beri komentar untuk memperkaya konten Blog ini dengan mengisi form berikut.